Tahlil (dalam Bahasa Indonesia)
Berikut ini penulis bawakan sejumlah pendapat Ulama-ulama Syafi’iyah tentang masalah dimaksud, yang penulis kutip dari kitab-kitab Tafsir, Kitab-kitab Fiqih dan Kitab-kitab Syarah hadits, yang penulis pandang mu’tabar (dijadikan pegangan) di kalangan pengikut-pengikut madzhab Syafi’i.
1. Pendapat Imam As-Syafi’i rahimahullah.
Imam An-Nawawi menyebutkan di dalam Kitabnya, SYARAH MUSLIM, demikian. “Artinya : Adapaun bacaan Qur’an (yang pahalanya dikirimkan kepada mayit), maka yang masyhur dalam madzhab Syafi’i, tidak dapat sampai kepada mayit yang dikirimi.
Sedang dalilnya Imam Syafi’i dan pengikut-pengikutnya, yaitu firman Allah (yang artinya), ‘Dan seseorang tidak akan memperoleh, melainkan pahala usahanya sendiri’, dan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya), ‘Apabila manusia telah meninggal dunia, maka terputuslah amal usahanya, kecuali tiga hal, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan dan anak yang shaleh (laki/perempuan) yang berdo’a untuknya (mayit)”. (An-Nawawi, SYARAH MUSLIM, juz 1 hal. 90).
Juga Imam Nawawi di dalam kitab Takmilatul Majmu’, Syarah Madzhab mengatakan.
“Artinya : Adapun bacaan Qur’an dan mengirimkan pahalanya untuk mayit dan mengganti shalatnya mayit tsb, menurut Imam Syafi’i dan Jumhurul Ulama adalah tidak dapat sampai kepada mayit yang dikirimi, dan keterangan seperti ini telah diulang-ulang oleh Imam Nawawi di dalam kitabnya, Syarah Muslim”. (As-Subuki, TAKMILATUL MAJMU’ Syarah MUHADZAB, juz X, hal. 426).
(menggantikan shalatnya mayit, maksudnya menggantikan shalat yang ditinggalkan almarhum semasa hidupnya -pen).
2. Al-Haitami didalam Kitabnya, AL-FATAWA AL-KUBRA AL-FIGHIYAH, mengatakan demikian.
“Artinya : Mayit, tidak boleh dibacakan apapun, berdasarkan keterangan yang mutlak dari Ulama’ Mutaqaddimin (terdahulu), bahwa bacaan (yang pahalanya dikirmkan kepada mayit) adalah tidak dapat sampai kepadanya, sebab pahala bacaan itu adalah untuk pembacanya saja. Sedang pahala hasil amalan tidak dapat dipindahkan dari amil (yang mengamalkan) perbuatan itu, berdasarkan firman Allah (yang artinya), ‘Dan manusia tidak memperoleh, kecuali pahala dari hasil usahanya sendiri”. (Al-Haitami, AL-FATAWA AL-KUBRA AL-FIGHIYAH, juz 2, hal. 9).
3. Imam Muzani, di dalam Hamisy AL-UM, mengatakan demikian.
“Artinya : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan sebagaimana yang diberitakan Allah, bahwa dosa seseorang akan menimpa dirinya sendiri seperti halnya amalan adalah untuk dirinya sendiri bukan untuk orang lain”. (Tepi AL-UM, AS-SYAFI’I, juz 7, hal.262).
4. Imam Al-Khuzani di dalam Tafsirnya mengatakan sbb.
“Artinya : Dan yang masyhur dalam madzhab Syafi’i, bahwa bacaan Qur’an (yang pahalanya dikirimkan kepada mayit) adalah tidak dapat sampai kepada mayit yang dikirimi”. (Al-Khazin, AL-JAMAL, juz 4, hal.236).
5. Di dalam Tafsir Jalalaian disebutkan demikian.
“Artinya : Maka seseorang tidak memperoleh pahala sedikitpun dari hasil usaha orang lain”. (Tafsir JALALAIN, 2/197).
6. Ibnu Katsir dalam tafsirnya TAFSIRUL QUR’ANIL AZHIM mengatakan (dalam rangka menafsirkan ayat 39 An-Najm).
“Artinya : Yakni, sebagaimana dosa seseorang tidak dapat menimpa kepada orang lain, demikian juga menusia tidak dapat memperoleh pahala melainkan dari hasil amalnya sendiri, dan dari ayat yang mulia ini (ayat 39 An-Najm),
Imam As-Syafi’i dan Ulama-ulama yang mengikutinya mengambil kesimpulan, bahwa bacaan yang pahalanya dikirimkan kepada mayit adalah tidak sampai, karena bukan dari hasil usahanya sendiri.
Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menganjurkan umatnya untuk mengamalkan (pengiriman pahala bacaan), dan tidak pernah memberikan bimbingan, baik dengan nash maupun dengan isyarat, dan tidak ada seorang Sahabatpun yang pernah mengamalkan perbuatan tersebut, kalau toh amalan semacam itu memang baik, tentu mereka lebih dahulu mengerjakannya, padahal amalan qurban (mendekatkan diri kepada Allah) hanya terbatas yang ada nash-nashnya (dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam) dan tidak boleh dipalingkan dengan qiyas-qiyas dan pendapat-pendapat”.
Demikian diantaranya pelbagai pendapat Ulama Syafi’iyah tentang TAHLILAN atau acara pengiriman pahala bacaan kepada mayit/roh, yang ternyata mereka mempunyai satu pandangan, yaitu bahwa mengirmkan pahala bacaan Qur’an kepada mayit/roh itu adalah tidak dapat sampai kepada mayit atau roh yang dikirimi, lebih-lebih lagi kalau yang dibaca itu selain Al-Qur’an, tentu saja akan lebih tidak dapat sampai kepada mayit yang dikirimi.
[Disalin dari buku Tahlilan dan Selamatan menurut Madzhab Syafi’i, oleh Drs Ubaidillah, hal. 8-15 terbitan Pustaka Abdul Muis - Bangil, tanpa tahun]
[Petikan daripada http://ainuamri.wordpress.com]
1 comment:
so there is no point in tahlil for org meninggal..
what is your comment on tahlil that some ppl do not for org mati but just as a weekly thing..
Post a Comment